Teori Nilai


Sebelumnya penulis telah banyak membaca buku tentang filsafat, karena perjalanan waktu, apa nama bukunya dan siapa penulisnya sudah banyak yang lupa. Lebih dari itu nama buku dan penulisnya memang tidak pula dihafal.  Namun hasil bacaan itu tidak dapat memberi kepuasan kepada penulis.  Ada berbagai hal yang belum diungkapkan dengan baik. Salah satu di antaranya adalah persoalan “ nilai “. Karena itu  tulisan ini mencoba menjelaskan hakekat dari nilai. Tulisan ini dibuat dalam rangka ikut serta atau berpartisipasi dalam dunia filsafat.
Mari kita memahami konsep nilai berdasarkan realitas. Sementara apa yang pernah disampaikan oleh para filosof kita biarkan saja di dalam buku dan  pegang saja sebagai alat perbandingan. Kata “nilai”  biasanya digunakan untuk menunjuk  dan menyatakan sifat dari hubungan sesuatu dengan kebutuhan. Pada pengalaman kita keseharian, jika hubungan sesuatu dengan kebutuhan menunjukan kesesuaian atau kecocokan dinyatakan dengan  pernyataan  atau kata “baik”. Sebaliknya jika hubungan sesuatu dengan kebutuhan  menunjukan tidak ada kesesuaian atau tidak cocok dinyatakan dengan ungkapan atau kata “buruk”. Jadi kata nilai menunjukan kepada kita tentang hal baik atau buruknya sesuatu jika dihubungkan dengan suatu kebutuhan. Konsep dasar inilah yang dapat dikembangkan menjadi lingkup yang lebih luas. Segala bentuk dan jenis nilai dapat kita rujuk kesana.
Untuk memahaminya lebih lanjut, pertama kita perlu memahami apa yang disebut dengan “sesuatu”. Kata sesuatu mengandung makna yang sangat luas, merujuk kepada apa yang ada disekitar atau apa yang ada di alam raya ini. Apakah yang ada itu berupa benda materi, situasi dan kondisi juga prosedural atau proses. Boleh juga sesuatu itu menunjukan bentuk sesuatu, warna, bunyi, rasa ataupun sisfat-sifat.
Kedua, kita juga harus memberi makna kata “baik”  dan kata “buruk” dalam kontek yang sangat umum atau luas. Kedua kata tersebut di dalamnya mencakup bentu-bentuk spesifiknya seperti indah, cantik, bagus, tampan, enak, sejuk ( masuk kedalam kontek baik). Demikian pula sebaliknya seperti kacau, busuk, jelek, kejam, sadis, susah, bobrok (masuk kedalam kontek buruk).
Maka dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kata “nilai” adalah kata yang kita maksudkan untuk menunjukan hubungan sesuatu dengan kebutuhan atau keperluan, yang bersifat fungsional. Bentuk hubungannya  dinyatakan dengan menggunakan pernyataan “baik” atau “buruk”. Didalam realitasnya di antara “baik” dan “buruk” terdapat rentangan hirarkis, yakni pada bagian paling rendah terletak hal yang berkeadaan “sangat buruk” dan pada tingkatan paling atas terletak hal yang berkeadaan “sangat baik”.  Di antara dua kutup tersebut kita dapat melakukan pembagian tingkatan atau hirarkisnya. Pembagiannya boleh saja seperti; sangat buruk – buruk – baik – sangat baik. (Pembagian ini tergantung kepada siapa yang mengurutkannya).
Di dalam berbagai literature dapat ditemui, “teori nilai” digunakan dalam setidaknya ada tiga cara dalam filsafat yang berbeda. Dalam arti luas, “teori nilai” adalah menangkap semua label yang digunakan untuk mencakup semua cabang filsafat moral, filsafat sosial dan politik, estetika, dan kadang-kadang filsafat feminis dan filsafat agama.  Apa saja bidang filsafat dianggap mencakup beberapa  aspek “evaluatif”.  Dalam arti sempit, ” teori nilai ” digunakan untuk area yang relatif sempit dari teori etika normatif  perhatian khusus untuk consequentialistis.  Dalam arti sempit, “teori nilai” kira-kira sama dengan “aksiologi“. Aksiologi dapat dianggap sebagai terutama berkaitan dengan mengelompokkan hal-hal apa yang dianggap baik, dan seberapa baiknya.  Misalnya, pertanyaan tradisional yang berkenaan dengan kekhawatiran aksiologi apakah objek nilai adalah keadaan  subyektif psikologis, tujuan negara atau dunia (masyarakat keseluruhannya).
Tapi dalam arti yang lebih berguna, “teori nilai” menunjuk bidang filsafat moral yang berkaitan dengan pertanyaan teoritis tentang nilai dan kebaikan dari semua varietas – teori nilai. Teori nilai, sehingga ditafsirkan, meliputi aksiologi, tetapi juga mencakup banyak pertanyaan lain tentang sifat nilai dan hubungannya dengan kategori moral lainnya. Pembagian teori moral ke dalam teori nilai,  sebagai kontras dengan daerah penyelidikan lain, memotong klasifikasi lintas teori moral tradisional menjadi normatif dan penyelidikan metaethical, tetapi perbedaan yang layak dalam; pertanyaan teoritis tentang nilai merupakan inti domain kepentingan dalam teori moral, sering melintasi batas-batas antara normatif dan metaethical, dan memiliki perbedaan sejarah penyelidikan. Ada  survei  yang memunculkan berbagai pertanyaan dalam teori nilai, dan mencoba untuk memaksakan beberapa struktur medan dengan memasukkan beberapa pengamatan tentang bagaimana  keterkaitan satu sama lain.
Sejatinya tentu tidak demikian. Nilai tidaklah sebatas etik dan moral atau aksiologi saja. Dan tidak pula hanya meliputi lintas disiplin kajian moral atau ethika. Untuk memahami penggunaan konsep baik dan buruk  sebagai dasar berpijak analisis “teori nilai” juga berlaku untuk kepentingan yang lebih luas. Kita lihat contoh yang berlaku dalam hidup keseharian kita. Seperti tahi ayam yang diperoleh dari kandang peternak sangat “baik” untuk pupuk tanaman cabe atau sayuran. Hutan yang lebat sangat “baik”  untuk menyimpanan air, sehingga sungai dapat terus berair walaupun di musim kemarau. Bahan bakar padat sangat bagus jika digunakan untuk pendorong roket.  Hal ini jelas menujukan bahwa apa yang dikatakan  “bernilai baik” adalah  hanya jika sesuatu dihubungkan dengan kebutuhan atau keperluan tertentu. Sebaliknya jika hanya sesuatu tidak sesuai atau tidak cocok dengan kebutuhan atau  dengan kegunaan tertentu maka dinyatakan sebagai buruk.
 “Peraturan” adalah sesuatu yang bernilai baik, karena peraturan itu berguna untuk mengatur efektifitas dan efesiensi kegiatan.  Sebuah peraturan dapat berguna untuk mendapatkan ketertiban atau ketentraman, baik ketenteraman  individu maupun masyarakat. Jika peraturan itu tidak dipatuhi tentu saja kekacauan akan timbul. Bila keadaan sudah kacau berarti  “ketiadaan peraturan” itu bernilai buruk. Tentu saja semua orang tidak akan setuju dengan apa yang kita namakan “kacau”. Demikianlah seterusnya berlaku untuk semua kebutuhan apa saja dan untuk siapa saja. Sudah tidak asing lagi bagi setiap kelompok masyarakat bahwa “gotong- royong” adalah ruhnya sebuah masyarakat. Kerja secara gotong- royapong akan dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan komunitas bersangkutan. Sudah jelas sangat sulit mencapai suatu keinginan jika diupayakan hanya sendiri-sendiri. Kerja yang seperti itu berarti juga mengundang banyak kesusahan dan kesulitan. Makanya masyarakat akan menyatakan pekerjaan seperti itu sebagai sia-sia yang jelas berniai “buruk”. Dengan demikian bekerja secara “bergotong-royong” adalah sebuah sistem kerja yang dinyatakan sebagai bernilai yakni “baik” di dalam masyarakat. Banyak masyarakat bersepakat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang merupakan proses pemenuhan kebutuhan bersama dikerjakan secara bergotong- royong.
Selanjutnya, kita akan memahami tentang hal atau keadaan nilai.. Dalam hal tertentu nilai itu tidak dapat dipengaruhi oleh apa saja , waktu atau tempat, artinya ada nilai bersifat universal. Seperti oksigen bernilai baik karena berguna dan cocok untuk pernafasan. Hal tersebut berlaku bagi orang-orang pada masa yang telah lalu, orang-orang yang hidup sekarang dan untuk orang-orang yang mungkin hidup  pada masa yang akan datang. Siapa saja yang hidup dan dimana saja dia hidup, agar dia dapat hidup dengan menyenangkan pasti menggunakan oksigen. Setiap hari orang butuh sinar mata hari, berarti sinar mata hari mengandung nilai baik atau sebaliknya. Sejumlah luas hutan bakau di daerah panatai adalah baik untuk menahan gelombang laut agar panatai tidak abrasi atau terhindar dari kerusakan. Artinya hutan bakau berguna atau cocok untuk mempertahankan keutuhan daerah pantai. Maka dalam hal ini nyata kegunaan merupakan objek sebuah nilai.
Jika kita mengambil contoh yang lain misalnya, memindahkan hak orang lain menjadi hak kita tampa ada alasan yang setujui sebelumnya oleh orang yang punya hak kepemilikan, pekerjaan yang seperti itu menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan atau timbul perasaan kehilangan. Pekerjaan memindahkan hak orang lain tanpa ada persetujuan sebelumnya itu disebut “pencurian” atau perampokan. Di mana saja orang akan menentang setiap ada usaha “pencurian”. Pencurian disepakati oleh semua orang sebagai pekerjaan yang bernilai “ buruk “. Pencurian akan menimbulkan suasana dan kondisi yang sangat tidak disenangi, baik pada tataran individu maupun dalam kelompok. Makanya untuk mencegah pencurian (agar tidak menimbulkan keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan) dibuat sebuah peraturan untuk memberikan sangsi kepada pelaku pencurian. Dalam kontek ini, kelihatan meniadakan kebutuahan seseorang atau komunitas juga mengandung nilai yakni “buruk“. Memberikan sangsi salah satu jalan untuk menimbulkan efek jera dan kapok.
Nilai akan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor  atau  aspek    , seperti waktu, usia, harga, tempat, situasi dan kondisi, tujuan. Sebuah benda berupa payung hanya berguna jika kita menghindari tubuh kita dari hujan atau terik matahari. Kalau payung tidak dihubungkan dengan kebutuhan (kenyamanan diri)   payung tidak akan bernilai apa-apa. Selembar dasi hanya dipasang orang untuk mendapatkan sebuah kebutuhan yang sangat spesifik yakni keindahan tampilan untuk mendapatkan pujian dari orang yang melihat. Bila dan kapan dasi itu dipakai ?  Pertanyaan itu akan dijawab selalu dikaitkan dengan situasi dan kondisi. Jika seorang petani bekerja mencangkul disawahnya, dia tidak akan memperoleh legalitas untuk memakai baju safari dan selembar dasi di dadanya. Dia tidak akan mendapatkan pengakuan dari orang melihatnya sebagai suatu yang gagah dan tampan. Mungkin banyak orang akan menggelengkan kepalanya arah kekiri, atau meletakan telunjuk pada dahinya.
Jika beberapa benda diletakan sedemikian rupa, kemudian banyak orang merasa “senang” melihat susunannya, maka susunan benda-benda itu disebut indah atau rapi. Tidak perlu kita diskusikan lagi bahwa perasaan “senang” itulah kebutuhan setiap orang , yakni senang bila melihat atau berada di dalam keteraturan dan kerapian. Keadaan alam bila kita pandang dari kejauhan kita  menimbulkan perasaan senang, kita akan melihatnya lebih lama atau berulang kali ke panorama tersebut. Banyak orang akan berulang-ulang memandangnya. Itulah kebutuhan akan keindahan. Maka dari itu pantas sekali di daerah tertentu, lebih-lebih tiada duanya, keindahan alamnya akan dinilai sangat indah (sangat baik) sebagai objek wisata misalnya. Dengan demikian suasana tertentu (apakah bentuk, sifat, bunyi atau rasa) jika dihubungkan dengan perasaan  senang /tidak senang  menimbulkan konsep nilai baik/buruk . Bahkan sering juga disebut sebagai seni.
Lain waktu disambung lagi…..

Tentang Jalius. HR
[slideshow id=3386706919809935387&w=160&h=150] Rumahku dan anakku [slideshow id=3098476543665295876&w=400&h=350]

5 Responses to Teori Nilai

  1. hiskiaaa says:

    lalu yg dimaksud teori yg memiliki suatu nilai itu apa? mohon bantuannya

  2. Jalius HR says:

    yup…. terima kasih Hiskiaa atas kunjungannya semoga bermanfaat.
    Dalam memahami teori nilai, poko pikiran yang penting dikuasai adalah: Jika sesuatu dihubungkan dengan kebutuhan, maka kesesuaian antara sesuatu dengan kebutuhan atau keperluan itulah yang nilainya. jika sesuai maka nilainya disebut baik, jika tidak sesuia maka nilainya disebut buruk. Dari prinsip itulah kita membangun teori nilai.
    Misalnya: jika kita melihat sebuah pemandangan, pemandangan itu menyenyenangkan mata, hati kita mengatakan ” indah”. Maka indah itu berarti sesuai dengan kebutuhan kita. “indah” itu yang dikatakan nilai ( yakni baik). Demikian pula sebaliknya, kalau pemandangan itu tidak menyenangkan mata atau perasaan kita berarti tidak sesuai dengan kebutuhan kita, berarti nilainya “tidak indah” atau jelek.
    Demikian juga untuk yang lain-lainnya.

  3. Rozita Faheemah says:

    Terima kasih di atas info yg amat berguna.Boleh tak jika kita mengaitkan teori nilai ini dgn nilai2 dalam sains Islam?

  4. TEORI NILAI menurut ekonomi kelas X bgaimana ?
    terima kasih

    • Jalius. HR says:

      Terima Kasih atas kunjungan Dilla Wahanayu Putri, semoga Allah memberikan hidayahNya kepada Dilla. Pertanyaannya bagus, hanya saja Bpk tidak dapat memberikan jawaban yang lebih panjang.

      Banyak hal yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Apa saja yang sesuai dengan kebutuhan dinilai “baik” dan sebaliknya, jika tidak sesuai bernilai” buruk”. Barang atau jasa yang memiliki manfaat bagi manusia dikatakan bahwa ia memiliki nilai bagi manusia. Dengan kata lain, barang-barang atau jasa yang memiliki nilai berarti barang / jasa itu mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia atau. Oleh karena itu, nilai barang / jasa diartikan sebagai kemampuan barang / jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.    Penggolongan Nilai:
        a. Nilai Pakai (value in use) Suatu barang dikategorikan memiliki nilai pakai apabila barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemiliknya secara langsung. Nilai pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. Nilai pakai objektif, yaitu kemampuan suatu barang dalam memenuhi kebutuhan setiap orang. Misalnya, air memiliki nilai pakai yang tinggi bagi setiap orang.
      2. Nilai pakai subjektif, yaitu nilai yang diberikan seseorang karena barang tersebut dapat memenuhi kebutuhannya. Misalnya, kursi roda bagi orang yang tidak dapat berjalan memiliki nilai pakai yang tinggi, tetapi bernilai pakai rendah bagi orang yang sehat.
       Pembagian  Nilai:
        a. Nilai Pakai (value in use) Suatu barang dikategorikan memiliki nilai pakai apabila barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan pemiliknya secara langsung.  
      b. Nilai Tukar (value in Exchange) Suatu barang dapat dikatagorikan memiliki nilai tukar apabila mempunyai kemampuan untuk ditukarkan dengan barang lain  
      c. Nilai Paradok Barang yang memiliki nilai tukar yang tinggi seharusnya memiliki nilai pakai yang tinggi pula, begitu juga sebaliknya, akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Dua nilai yang telah diuraikan di atas berbeda sudut pandangnya sehingga hal ini dapat menyebabkan pertentangan penilaian pada suatu barang yang sama disebut Paradoks nilai. Bisa jadi nilai guna suatu barang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya rendah, atau sebaliknya. Seperti pada contoh di atas, air memiliki nilai guna yang sangat tinggi, tetapi nilai tukarnya rendah. Begitu juga dengan berlian yang memiliki nilai guna rendah, tetapi memiliki nilai tukar yang sangat tinggi.

      Demikian semoga ada manfaatnya

       

Tinggalkan komentar